Hari Dunia

Momen Sakral 25 November: Mengenang Para Pendidik

Fajar - Tuesday, 25 November 2025 | 11:30 AM

Background
Momen Sakral 25 November: Mengenang Para Pendidik
Suasana belajar diruang kelas (Unsplash/Husniati Salma)

Gudnus - Setiap tanggal 25 November, kalender kita akan menyala merah, bukan karena hari libur, tapi karena satu momen sakral: Hari Guru Nasional. Jujur saja, kalau diingat-ingat masa sekolah dulu, peringatan hari guru itu selalu punya nuansa campur aduk. Ada rasa haru, semangat gotong royong bareng teman sekelas menyiapkan kado patungan, atau latihan drama singkat untuk ditampilkan di depan bapak dan ibu guru. Tapi di sisi lain, ada juga sedikit kekikukan, mungkin karena kita jarang banget secara langsung mengucapkan terima kasih kepada mereka yang saban hari ngomel-ngomel kalau PR nggak dikerjain.

Nggak bisa dipungkiri, peringatan Hari Guru ini lebih dari sekadar seremonial. Ia adalah pengingat kolektif bagi kita semua, para mantan siswa, orang tua, atau bahkan mereka yang kini bergelut di dunia pendidikan, tentang peran fundamental para pahlawan tanpa tanda jasa ini. Tapi, seberapa dalam sih kita benar-benar memahami arti 'pahlawan tanpa tanda jasa' di tengah dinamika zaman yang serba cepat ini? Mari kita bedah bareng-bareng, dari sudut pandang nostalgia sampai realita pahit manisnya.

Dulu dan Kini: Ritual Hari Guru yang Tetap di Hati

Siapa yang nggak ingat? Beberapa hari sebelum tanggal 25 November, suasana di sekolah sudah mulai "gerah" dengan persiapan. Anak-anak SD mungkin sibuk menghias kartu ucapan dengan gliter dan gambar bunga matahari. Anak SMP dan SMA biasanya lebih pragmatis, patungan beli kue tart, hadiah muk, atau paling minimal bunga setangkai. Yang paling seru tentu saja kalau ada pentas seni khusus yang dibikin murid-murid. Guru-guru kita yang biasanya galak di kelas, mendadak jadi sumringah dan tertawa lepas melihat tingkah polah anak didiknya.

Momen-momen itu, lho, yang sebenarnya bikin hari guru jadi berkesan. Bukan cuma soal kado atau pujian, tapi tentang pengakuan bahwa mereka, para guru, adalah bagian tak terpisahkan dari perjalanan hidup kita. Mereka adalah arsitek di balik pondasi ilmu yang kita punya, bahkan seringkali juga pembentuk karakter dan nilai-nilai yang kita pegang sampai sekarang. Ibarat kata, tanpa sentuhan tangan dingin mereka, mungkin kita nggak akan jadi apa-apa hari ini.

Meski zaman sudah berubah, ritual-ritual kecil semacam itu masih kerap terjadi. Di era digital ini, mungkin kartu ucapan fisik berganti jadi ucapan lewat media sosial, atau video kompilasi lucu. Tapi esensinya tetap sama: sebuah ungkapan terima kasih yang tulus, meskipun kadang hanya setahun sekali.

Di Balik Senyum Guru: Realita yang Tak Selalu Manis

Nah, ini nih yang kadang luput dari perhatian kita. Di balik senyum sumringah para guru di Hari Guru, ada seabrek cerita dan perjuangan yang nggak banyak orang tahu. Julukan "pahlawan tanpa tanda jasa" itu, seringkali terasa bukan hanya metafora, tapi juga realita yang memilukan. Bagaimana tidak? Banyak guru, terutama yang berstatus honorer, masih harus berjuang dengan gaji yang jauh dari kata layak. Padahal, beban kerja mereka segudang, mulai dari mengajar, mendidik, mengurus administrasi, sampai seringkali menjadi konselor bagi masalah pribadi siswanya.

Belum lagi tantangan di era pandemi kemarin. Guru-guru harus pontang-panting beradaptasi dengan sistem pembelajaran jarak jauh, melek teknologi dalam sekejap, dan memastikan materi tetap tersampaikan meskipun hanya lewat layar. Ini PR banget, lho! Nggak semua guru, apalagi yang senior, langsung fasih dengan aplikasi daring atau perangkat digital. Tapi mereka tetap berjuang, demi murid-muridnya.

Di mata masyarakat, guru itu seringkali diletakkan di posisi yang serba salah. Diharapkan mampu mencetak generasi emas, tapi di sisi lain, apresiasi dan dukungan terhadap profesi ini masih terasa kurang. Kadang, kritik dan tuntutan lebih banyak daripada pujian dan fasilitas yang memadai. Gimana nggak miris coba?

Guru "Kece" di Era Digital: Lebih dari Sekadar Pengajar

Meski banyak tantangan, profesi guru juga terus beradaptasi dan bertransformasi. Kini, guru bukan lagi sekadar figur kaku di depan kelas yang menjejalkan materi. Banyak guru muda, atau guru senior yang berpikiran maju, bertransformasi menjadi guru yang "kece" dan relevan dengan zaman. Mereka pakai metode mengajar yang interaktif, memanfaatkan media sosial sebagai alat belajar, dan bahkan menjadi teman curhat bagi para siswanya.

Guru-guru ini adalah bukti bahwa mendidik itu bukan cuma soal transfer ilmu, tapi juga soal membangun koneksi, memahami psikologi anak, dan menjadi mentor yang bisa memberikan inspirasi. Mereka rela belajar hal-hal baru, mendengarkan masukan dari siswa, bahkan berani tampil beda agar pelajaran tidak membosankan. Tujuannya cuma satu: agar siswa betah belajar dan ilmu yang diberikan bisa benar-benar diserap.

Mereka adalah garda terdepan dalam membentuk generasi masa depan yang kritis, kreatif, dan adaptif. Oleh karena itu, kita harus menaruh hormat yang tinggi kepada mereka, bukan hanya di tanggal 25 November saja, tapi setiap hari.

Merayakan Hari Guru: Apa yang Seharusnya Kita Lakukan?

Jadi, peringatan Hari Guru itu sebenarnya momen refleksi. Bukan cuma soal memberikan kado atau pujian sesaat, tapi juga tentang bagaimana kita sebagai masyarakat bisa lebih menghargai dan mendukung profesi guru secara berkelanjutan. Pemerintah punya peran besar dalam meningkatkan kesejahteraan guru, memberikan pelatihan yang relevan, dan menyediakan fasilitas pendidikan yang layak.

Orang tua juga punya andil, lho. Menghargai kerja keras guru, tidak serta merta menyalahkan guru atas setiap masalah anak di sekolah, dan menjalin komunikasi yang baik adalah bentuk dukungan nyata. Dan kita semua, sebagai mantan siswa, bisa mulai dari hal kecil: mengingat jasa-jasa guru kita, mengucapkan terima kasih (walaupun hanya dalam hati), dan mendoakan yang terbaik untuk mereka.

Hari Guru adalah pengingat bahwa pendidikan adalah investasi terbesar sebuah bangsa, dan guru adalah investor utamanya. Mereka yang dengan sabar menanamkan nilai, membimbing pikiran, dan membuka cakrawala. Tanpa mereka, masa depan bangsa ini akan suram. Mari kita jadikan peringatan Hari Guru ini sebagai momentum untuk terus menyuarakan pentingnya kesejahteraan guru, kualitas pendidikan, dan penghargaan yang tulus kepada mereka yang tak pernah lelah berbagi ilmu.

Selamat Hari Guru Nasional! Semoga para guru di seluruh pelosok negeri senantiasa diberikan kekuatan, keikhlasan, dan kebahagiaan dalam menjalankan tugas mulianya. Angkat topi untuk kalian semua, Bapak dan Ibu Guru!