News

Selamatkan Paus: Suara dari Kedalaman Samudra

Fajar - Tuesday, 02 December 2025 | 05:00 PM

Background
Selamatkan Paus: Suara dari Kedalaman Samudra

Gudnus - Pernah gak sih, waktu kecil, kita semua terpesona sama makhluk-makhluk raksasa lautan bernama paus? Nggak cuma karena ukurannya yang gede banget, tapi juga karena auranya yang misterius dan megah. Kita bayangin mereka berenang bebas, melompat-lompat di tengah samudra biru, seolah tak ada beban. Tapi jujur aja, realitasnya jauh banget dari gambaran dongeng itu, guys. Para penguasa lautan ini, yang harusnya jadi simbol kebebasan, sekarang justru lagi 'dicekik' dari berbagai arah. Dan, nggak bisa dipungkiri, kebanyakan "cekikan" itu datangnya dari kita, manusia.

Bayangin deh, kalau rumahmu yang adem ayem, tiba-tiba tiap hari ada yang muterin musik kenceng banget, ada suara truk lewat non-stop, dan semua isinya berantakan. Nah, kurang lebih begitu lah gambaran 'rumah' para paus di lautan. Masalahnya kompleks, dan kalau dibahas satu-satu, rasanya bikin nyesek. Tapi mau gimana lagi? Penting banget kita tahu apa saja ancaman yang bikin populasi paus terancam punah. Yuk, kita bedah satu per satu.

Bisingnya Lautan, Merusak Keheningan

Dulu, lautan itu identik dengan ketenangan, cuma suara ombak dan mungkin teriakan burung camar. Tapi sekarang? Jangan harap! Lautan kita udah kayak Pasar Tanah Abang versi bawah air, penuh suara bising. Ini bukan kaleng-kaleng, lho. Sumber bisingnya macem-macem: mulai dari suara kapal-kapal besar yang lalu lalang, sonar navigasi angkatan laut yang frekuensinya bikin pusing, sampai aktivitas eksplorasi minyak dan gas di dasar laut.

Buat kita mungkin nggak kedengeran, tapi buat paus, ini adalah malapetaka. Paus itu mengandalkan suara untuk segala hal: berkomunikasi sama keluarganya, mencari makan, menemukan pasangan, bahkan buat navigasi di tengah gelapnya samudra. Kalau lautan bising, mereka auto-panik. Komunikasi terganggu, bisa nyasar, atau yang paling parah, stres berat sampai nggak bisa makan atau berkembang biak. Ibaratnya, kayak lagi kencan tapi harus teriak-teriak di konser musik metal, gimana mau nyambung coba?

Lautan Plastik, Lautan Air Mata

Ini dia, masalah klasik yang nggak pernah basi: sampah plastik. Dari mikroplastik sekecil debu sampai jaring ikan raksasa yang udah nggak terpakai, semuanya ada di lautan. Dan nggak sedikit yang jadi jebakan maut buat paus.

Ada paus yang ditemukan mati dengan perut penuh sampah plastik. Kantong kresek, botol air mineral, sampai sendal jepit. Mereka pikir itu makanan. Ya ampun, miris banget, kan? Belum lagi masalah jaring hantu (ghost nets), jaring-jaring ikan yang ditinggalkan nelayan dan terus mengambang, menjebak dan melilit paus hingga mereka nggak bisa bergerak, nggak bisa ke permukaan untuk bernapas, lalu mati perlahan. Ini benar-benar tindakan nggak ada akhlak dari manusia. Sampah plastik ini juga membawa zat-zat kimia berbahaya yang bisa meracuni paus dari dalam, bikin mereka sakit-sakitan dan rentan penyakit. Kecil-kecil cabe rawit, tapi efeknya bikin nangis.

Perangkap Maut Tak Terduga dan Jalanan Penuh Bahaya

Selain jaring hantu, ancaman lain yang nggak kalah mengerikan adalah bycatch atau penangkapan tidak sengaja. Nelayan kan tujuannya nangkap ikan, tapi seringnya, paus ikut terperangkap di jaring mereka. Kadang masih hidup, tapi seringnya udah dalam kondisi mengenaskan. Proses penyelamatan juga nggak selalu mudah dan nggak selalu berhasil. Ini PR banget buat industri perikanan, gimana caranya bisa ramah lingkungan dan nggak membahayakan makhluk lain.

Belum lagi urusan tabrakan kapal. Dengan semakin ramainya lalu lintas kapal kargo, kapal pesiar, dan kapal-kapal besar lainnya, risiko paus tertabrak juga makin gede. Bayangin aja, lagi asyik berenang santai di "jalan raya" mereka, tiba-tiba ditabrak kapal raksasa yang melaju kencang. Luka parah atau kematian instan adalah akibat yang sering terjadi. Ini kayak lagi nyebrang jalan tapi nggak ada rambu-rambu, terus ditabrak truk tronton. Otomatis, fatal.

Iklim Berubah, Hidup Terancam

Nah, ini dia biang kerok dari banyak masalah di Bumi, termasuk buat para paus: perubahan iklim. Efeknya kompleks dan berantai. Suhu air laut yang menghangat bikin makanan paus, seperti krill atau plankton, berkurang drastis di beberapa wilayah. Kalau makanannya kurang, gimana paus bisa kenyang? Gimana mereka bisa tumbuh besar dan sehat? Jelas, populasi mereka akan menurun.

Selain itu, penyerapan karbon dioksida berlebih oleh lautan juga menyebabkan pengasaman laut (ocean acidification). Ini bikin ekosistem laut terganggu, terutama bagi organisme yang memiliki cangkang keras. Efek dominonya sampai ke atas rantai makanan, termasuk paus. Rumah mereka jadi asam, dan isinya juga jadi nggak sehat. Paus yang selama ini bergantung pada ekosistem yang seimbang, auto-kaget dengan perubahan drastis ini.

Hantu Masa Lalu yang Kadang Muncul Kembali

Meskipun perburuan paus secara global sudah sangat dibatasi bahkan dilarang oleh International Whaling Commission (IWC), tapi praktek ilegal masih ada di beberapa tempat, secara sembunyi-sembunyi. Ini adalah 'hantu' dari masa lalu yang kadang muncul kembali dan menambah daftar panjang ancaman bagi paus.

Belum lagi polusi kimiawi dari limbah industri, tumpahan minyak, atau pestisida yang terbawa air hujan ke laut. Zat-zat ini memang nggak langsung membunuh paus, tapi bisa meracuni mereka secara perlahan, mengganggu sistem reproduksi, kekebalan tubuh, dan menyebabkan penyakit kronis.

Saatnya Beraksi, Jangan Cuek Lagi!

Melihat daftar ancaman di atas, rasanya kok lelah ya jadi paus? Hidup di lautan yang luas, tapi setiap sudutnya menyimpan bahaya yang datangnya dari aktivitas kita. Dari bisingnya kapal, jebakan plastik, tabrakan kapal, sampai perubahan iklim yang bikin rumah mereka nggak nyaman lagi.

Populasi paus yang sehat itu cerminan dari laut yang sehat, dan laut yang sehat itu krusial banget buat kelangsungan hidup kita di darat. Jadi, ini bukan cuma urusan paus doang, tapi urusan kita semua. Apa yang bisa kita lakukan? Banyak! Mulai dari mengurangi penggunaan plastik, mendukung perikanan yang berkelanjutan, menyuarakan isu perubahan iklim, sampai edukasi ke teman dan keluarga. Jangan sampai cerita paus ini cuma jadi dongeng sedih yang berakhir tragis. Yuk, kita mulai peduli. Jangan cuma scroll doang, terus lupa!