Peran Ayah Modern dalam Keluarga Digital
Fajar - Wednesday, 12 November 2025 | 12:00 PM


Gudnus - Perubahan teknologi dalam 10-15 tahun terakhir membuat pola pengasuhan ikut berubah. Jika dulu ayah sering digambarkan sebagai sosok yang bekerja di luar rumah dan jarang terlibat dalam urusan domestik, maka kini peran itu tidak lagi relevan. Di era digital, ayah dituntut lebih adaptif, melek teknologi, dan mampu menghadirkan kehangatan meski hidup dalam ritme yang serba cepat.
Keluarga digital bukan hanya keluarga yang pakai gawai, tapi keluarga yang aktivitas, komunikasi, hiburan, bahkan belajarnya banyak berlangsung lewat layar. Dalam kondisi seperti itu, figur ayah tidak boleh hanya jadi penonton. Ayah perlu jadi navigator -- yang tahu kapan teknologi membantu, kapan harus dibatasi, dan bagaimana anak tetap tumbuh dengan nilai kemanusiaan yang kuat.
Ayah Bukan Hanya Provider, tapi Presence
Tantangan terbesar ayah modern adalah hadir secara emosional. Bekerja dari mana saja (WFH/hybrid) tidak otomatis membuat ayah lebih dekat dengan anak jika waktunya tetap dihabiskan untuk layar dan rapat. Kehadiran yang dibutuhkan anak bukan sekadar fisik, tapi perhatian. Menatap mata anak saat bicara, mendengar cerita mereka tentang game atau sekolah, dan merespons dengan empati -- itu yang membuat anak merasa punya figur aman di rumah.
Anak yang merasa dekat dengan ayahnya cenderung punya rasa percaya diri lebih tinggi dan tidak mudah mencari validasi berlebihan di media sosial.
Melek Teknologi agar Bisa Mengarahkan
Anak-anak sekarang tumbuh sebagai digital native. Mereka tahu cara pakai YouTube, TikTok, atau game online sejak kecil. Masalahnya, banyak ayah masih berada di posisi “nggak paham tapi melarang”. Pola seperti ini sering menimbulkan jarak.
Ayah modern sebaiknya memahami dulu ekosistem digital anak. Coba tanyakan: mereka main apa, nonton siapa, ikut komunitas apa. Dari situ ayah bisa masuk dengan pendekatan dialog: menjelaskan soal jejak digital, cyberbullying, konten palsu, hingga batasan privasi. Ayah yang paham teknologi akan lebih mudah memberi aturan yang rasional, bukan sekadar melarang karena takut.
Menjadi Role Model dalam Penggunaan Gawai
Anak meniru lebih cepat daripada mendengar nasihat. Kalau ayah minta anak kurangi screen time tapi ayah sendiri scrolling terus saat makan malam, pesan itu langsung kehilangan makna. Karena itu, ayah perlu memberi contoh disiplin digital: ada jam tanpa gawai, ada momen ngobrol keluarga, ada hari tertentu yang dipakai untuk aktivitas offline seperti olahraga atau membuat proyek bareng anak.
Keteladanan jauh lebih ampuh daripada 1000 kalimat larangan.
Kolaborasi dengan Ibu dalam Pola Asuh Digital
Di banyak keluarga, ibu yang lebih sering memantau aktivitas anak di rumah. Tapi dalam konteks keluarga digital, pengawasan dan pengasuhan tidak bisa ditumpuk ke satu pihak saja. Ayah perlu kolaborasi dengan ibu agar pesan ke anak konsisten. Misalnya: aturan durasi gadget, waktu belajar, jenis konten yang boleh diakses, sampai soal kapan anak boleh punya media sosial sendiri. Kalau ayah longgar dan ibu tegas, anak akan mencari celah. Kalau keduanya kompak, anak merasa batasan itu wajar.
Menjaga Nilai di Tengah Dunia Serba Cepat
Era digital membuat informasi masuk sangat cepat dan seringkali tidak terfilter. Di sinilah peran ayah sebagai penjaga nilai. Ayah bisa menjadi sosok yang menjelaskan mengapa etika, kejujuran, kemandirian, dan sopan santun tetap penting meskipun dunia serba online. Ajarkan anak bahwa tidak semua yang viral itu benar. Tidak semua yang terkenal itu patut ditiru. Tidak semua yang ada di internet itu identitas asli seseorang.
Ayah yang mampu menjelaskan konteks dunia digital akan membuat anak punya filter internal, bukan sekadar takut karena diawasi.
Membangun Kedekatan lewat Aktivitas Digital Positif
Teknologi tidak selalu jadi musuh. Ayah bisa memakainya sebagai jembatan bonding. Misalnya:
- main game bareng anak lalu ngobrol soal strategi
- bikin konten kecil-kecilan bareng anak
- belajar coding dasar atau desain bareng
- nonton YouTube edukatif lalu diskusikan
- Aktivitas seperti ini membuat anak merasa dunia mereka dipahami, bukan dihakimi.
Penutup
Peran ayah modern di keluarga digital adalah perpaduan antara kehangatan dan kecakapan. Hangat karena anak tetap butuh pelukan dan validasi. Cakap karena dunia anak sekarang sudah terhubung ke ruang digital yang luas. Ayah yang mau belajar dan hadir akan selalu relevan, bahkan di tengah teknologi yang terus berubah. Sebab pada akhirnya, hal yang paling anak ingat bukan jenis gadget-nya, tapi siapa yang menemani ia tumbuh.
Next News

Tips Memotret Jupiter dengan Kamera HP agar Hasilnya Jelas dan Tajam
a day ago

Upaya Global dalam Konservasi dan Pemulihan Tanah
a day ago

Bagaimana Cara Menjadi Sukarelawan dan Memulai Aksi Sosial
a day ago

Dampak Positif Kegiatan Sukarelawan bagi Masyarakat
a day ago

Jagung Bakar: Si Kenyal, Manis, Pedas, Gurih Idaman!
4 days ago

Perbedaan Hari Menanam Pohon dan Hari Hutan Sedunia
8 days ago

Cara Merawat Pohon Setelah Ditanam agar Tidak Mati di Tahun Pertama
8 days ago

Rahasia Gelap di Balik Diskon Fashion Favoritmu
10 days ago

Siap-siap, Gaes! Ramalan Cuaca 26 November 2025: Hujan Bakal Jadi Bintang Tamu Utama, atau Justru Panas Bikin Hati Gerah?
11 days ago

Pola Pikir Purba: Mengapa Kita Bertingkah Aneh?
12 days ago




